Sabtu, 26 Februari 2011

HIMfamilyman : the figure

Memiliki anak, siapa sich suami istri yang tidak menginginkannya ? Ada rasa rindu tentunya bila usia pernikahan sudah merangkak dalam hitungan tahun namun belum juga diberi keturunan. Terutama bagi kalangan suami, ingin rasanya ada seseorang yang memanggilnya : papa ! Yup, naik tingkat menjadi seorang ayah bukan perkara mudah, bila selama ini tanggungjawabnya hanya sekedar membahagiakan istri, eh anda akan mendengar pula tuntutan dari ortu dan mertua : “kapan nich kita bisa nimang cucu ?”
Apakah akan berbeda rasanya bila anda melihat hanya seorang ibu membawa anaknya jalan-jalan di mal dengan seorang ayah melakukan hal yang sama pada anaknya ? Mungkin fenomena ini kerap anda lewatkan, tapi sesekali coba dech mengamati gerak seorang lelaki berumur yang menggandeng tangan anaknya. Mungkin peribahasa bisa mengungkapkan kalimat ini : “kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan” untuk menegaskan betapa kasih seorang ibu begitu dahsyatnya. Meski demikian, jangan salah bapak juga punya tingkat rasa sayang yang tak kalah hebatnya dengan ibu.
Like father, like son. Walaupun masa kecil sang anak tidak persis sama dengan masa muda sang ayah, yang pasti gen kemiripan karakter itu pastilah ada. Namun anak tetaplah anak, bukan orang dewasa berukuran mini. Jadi kalau ada seorang anaknya tertimpa masalah dengan rekan sebayanya, pastilah sang ayah akan membela habis-habisan. Tetapi bila anaknya yang dianggap sebagai biang masalah, sebagai ayah pastilah dirinya akan berjuang habis-habisan kalau perlu dirinyalah yang dihukum dan bukan si anak.
Meski ada beberapa bapak jarang memuji kalau sang anak berprestasi, namun tak diragukan pastilah ada binar kebanggaan dimatanya sambil mungkin sedikit bergumam,”Anak siapa dulu donk ?!” Atau kalau bapak menghajar sang anak bukan berarti menginginkan anak tersebut cedera atau terluka, pasti didalam hatinya pun perasaannya pun sebenarnya tak tega untuk melakukan hal tersebut.
Sayangnya figure bapak dirusak oleh pengalaman dari lingkungan sekitar dan juga penggambaran buruk oleh media massa. Ayah berjudi, tukang mabuk, suka main perempuan, berpoligami, dan sebagainya menyebabkan peran ayah tercoreng di mata anak, sehingga banyak dari mereka yang akhirnya bersikap lebih baik sendiri ( karena trauma bila satu hari kelak berperan sebagai ayah atau punya suami seperti ayahnya ) atau bahkan malah berperilaku menyimpang. Para ayah, cobalah barang sejenak membacakan sebuah cerita dongeng sebelum anakmu terlelap tidur. Lalu tinggalkan dia sambil mengecup keningnya. Berdoa bahwa kehadirannya adalah suatu anugrah luar biasa dari Yang Maha Pencipta. Berharap yang terbaik untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar