Diantara banyak jenis perhiasan berharga berbahan emas, seperti kalung, giwang, atau anting, cincin ternyata memiliki arti khusus tersendiri. Kata orang, bentuknya yang melingkar itu menandakan satu kesatuan alias “one never ending circle”. Demikian juga pengharapan banyak orang ketika mengucapkan janji saling setia dalam acara pemberkatan perkawinan, semoga kelak hanya maut yang memisahkan mereka dalam kehidupan fana ini. Lingkaran dengan bahan emas yang tersemat dalam jari manis menjadi tanda bahwa ikatan cinta itu kiranya boleh berputar dalam sukaduka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga namun janganlah berakhir segenap kasih sayang yang terjalin.
Dan rasanya “aneh” sekali dalam satu kesempatan penulis melihat cincin tersebut terpasang pada jari seorang pria dalam suatu rapat kantor, meski di hari lain cincin tersebut tidak tampak dipakainya. Hhmmm… apakah bila sang suami memasang cincin tersebut artinya dia begitu merasakan suatu keteguhan dalam satu rumahtangga. Yang terpikir pertama kali di benak penulis adalah “oh, dia telah berkeluarga”. Mungkin bagi para wanita yang kesengsem dengan penampilan gagahnya akan berucap lirih,”Sayang, dia sudah ada yang punya”. J
Di masa pernikahan yang masih muda, ketiadaan cincin di jari manis akan menimbulkan pertanyaan banyak pihak, terutama dari pihak keluarga, walau sebenarnya ada tidaknya cincin tersebut di muka umum tidak menjamin kadar kesetiaan seseorang. Demikian juga nilai cincin yang dikenakan, tidak ada garansi bahwa seseorang yang memakai cincin berbahan berlian pasti level cintanya lebih tinggi kualitasnya ketimbang mereka yang mengenakan sekadar berbahan emas.
Dalam banyak adegan film terutama pas ceritanya menyangkut soal perceraian, kerap kali simbolisasi dari retaknya suatu hubungan adalah melepas cincin lalu membuangnya ke lantai. Emosi kadang bisa membutakan makna cincin tersebut bahwa : apa yang sudah dipersatukan Tuhan, tidak boleh (seenaknya) diceraikan manusia.
Hhhhmmm… jadi mau titip renungan nich buat anda pembaca ( terutama untuk sang suami sebagai kepala keluarga ) yang kini tengah tak tahan dengan kehidupan rumahtangga yang rasanya sulit ditemui jalan keluarnya. Coba kenang kembali saat2 dimana anda berdua gembira saat memilihkan cincin perkawinan, ingat kembali saat cincin tersebut dimasukkan ke jari manis pasangan sambil menatap wajah terindah yang pernah anda lihat seumur hidup, lalu pikir ulang : masa khan kami berdua harus menyerah semudah itu sementara kebahagiaan yang dituju bersama itu layak kami perjuangkan ?
Pernikahan bukan ajang egoisme siapa yang menang atas pasangan. Sesuatu yang sakral tentunya bukan hal yang bisa dijadikan permainan perasaan siapa yang terluka. Para jomblo saja susah cari pasangan dan belum terhitung pula yang sudah gigih pacaran tahunan akan naik ke jenjang pelaminan bisa gagal di tengah jalan, eh ini yang udah menikah malah pengen cerai ?! Saling introspeksi diri, napa…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar